Oleh: Istiqamah mahasiswi semester 5 prodi ilmu politik, UIN Ar-raniry Banda Aceh
Dan karena itu, Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Pemerintahan (FISIP) Uin Ar-Raniry Banda Aceh. melakukan kegiatan Stadium General dan diskusi publik yang melibatkan kedua pemateri telah berhasil mengungkap kompleksitas permasalahan gender dan keadilan sosial di Aceh melalui lensa interseksionalitas. Pemateri pertama, yaitu Dessy Setiawaty dari Yayasan Kesejahteraan Perempuan Di Indonesia (YKPI) dan Bayu Satria pendiri Youth ID dan pejuang hak anak. Pemaparan mendalam mengenai bagaimana identitas gender, agama, kelas sosial, dan etnisitas saling berpotongan dan membentuk pengalaman yang unik bagi individu di Aceh menjadi sorotan utama dalam perbincangan tersebut.
Dessy setiawaty dari Yayasan kesejahteraan Perempuan di aceh (YKPI) memaparkan Tantangan dalam Melibatkan Kaum Muda Lintas Keberagaman Definisi keberagaman yang lebih luas Konsep keberagaman tidak hanya terbatas pada agama, tetapi mencakup aspek-aspek lain seperti gender, disabilitas, dan latar belakang sosial ekonomi. Perencanaan yang lebih inklusif Dalam merancang kegiatan, perlu dilakukan identifikasi peserta secara detail, termasuk gender, agama, disabilitas, dan kebutuhan khusus lainnya. Afirmasi yang bermakna Kelompok rentan seperti disabilitas membutuhkan afirmasi yang spesifik dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.Akses yang setara Semua peserta, terutama kelompok rentan, harus memiliki akses yang sama dalam berpartisipasi dan memberikan kontribusi.
Bayu satria, pendiri youth id, bertanya dalam diskusi saya mau tanya sama teman teman. Menurut teman teman disabilitas disabilitas itu sebuah privilege atau kerentanan? Bayu menyampaikan, Karena rentan atau privilege seseorang tidak bisa hanya dilihat dengan mata. Tapi perlu digali lebih dalam. Apa yang menjadi kekuatan dan apa yang menjadi hambatan dan akses mana yang membuatnya menjadi terbatas.
Norma-norma sosial yang kuat secara tradisional menetapkan perbedaan peran gender di masyarakat, terutama di daerah seperti Aceh, yang masih melanggar kesetaraan gender. Diskriminasi juga dialami oleh perempuan minoritas atau penyandang disabilitas. Perempuan seringkali tidak terwakili dalam partisipasi politik dan pengambilan keputusan. Masalah kekerasan terhadap perempuan masih sering terjadi dalam bentuk fisik, psikologis, maupun seksual.
Langkah yang Dilakukan membangun keadilan sosial melalui lensa interseksionalitas di Aceh, yaitu dengan Berbicara dan Bekerjasama Membuat percakapan dengan berbagai pihak, termasuk tokoh agama, untuk mengubah pandangan dan praktek yang diskriminatif Penguatan Kapasitas Perempuan Memberikan pelatihan dan dukungan kepada perempuan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan mereka. Advokasi Kebijakan Mendorong pemerintah dan pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang lebih inklusif dan adil. Pergerakan dari bawah memulai perubahan dari tingkat komunitas dan organisasi masyarakat
Merubah pandangan tentang perubahan sosial dimulai dari merubah pandangan individu, Meningkatkan kesadaran untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender. Memberdayakan perempuan dengan memberikan alat dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai potensi penuh mereka. Berkolaborasi lintas sektor dengan bekerja sama dengan pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil untuk mencapai tujuan bersama.
Social Footer