Breaking News

Memahami Gender, Menuju Kesetaraan Melalui Inklusi Sosial

           Zuhafran Qasmal Mufadhaly


Penulis: Zuhafran Qasmal Mufadhaly Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Pemerintahan Uin Ar- Raniry Banda Aceh 

Globalonenews my.id - Gender, yang sering kali disalahartikan hanya sebagai perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, sebenarnya merupakan konsep sosial yang mencakup peran, sifat, perilaku, dan identitas yang dibentuk oleh norma-norma budaya dan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, peran gender ini sangat memengaruhi bagaimana seseorang diperlakukan dalam masyarakat, baik dalam akses terhadap peluang, sumber daya, maupun posisi sosial. Di banyak tempat, konstruksi sosial tentang gender yang tidak setara menciptakan ketidakadilan dan kerentanan bagi individu atau kelompok tertentu, terutama bagi perempuan, anak muda, dan kelompok marginal lainnya. Untuk mencapai kesetaraan gender, pendekatan inklusi sosial menjadi kunci dalam membuka akses dan peluang yang sama bagi setiap individu, tanpa memandang perbedaan gender, ras, agama, atau status sosial.  
Secara umum, gender sering kali dipahami sebagai perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Namun, pandangan ini terlalu sempit karena tidak mempertimbangkan aspek sosial yang membentuk identitas gender. Gender adalah hasil konstruksi sosial yang didasarkan pada peran, harapan, dan norma-norma yang ditanamkan dalam masyarakat. Norma ini mengatur bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan bertindak, berperilaku, bahkan berpikir. Misalnya, laki-laki sering kali diharapkan untuk menjadi pemimpin, kuat, dan rasional, sementara perempuan diharapkan lebih emosional, lembut, dan berorientasi pada pekerjaan domestik.  

Namun, peran-peran ini tidak selalu mencerminkan kenyataan atau potensi individu, melainkan hasil dari stereotip yang diciptakan oleh struktur sosial yang tidak adil. Ketika peran-peran ini diterima tanpa pertanyaan, mereka membatasi kebebasan individu untuk memilih jalannya sendiri. Dalam banyak kasus, perempuan dan laki-laki, serta kelompok-kelompok lain, terjebak dalam ekspektasi sosial ini, yang akhirnya membatasi peluang mereka untuk berkembang secara penuh.  

Pembahasan  Kerentanan yang disebabkan oleh ketidaksetaraan gender dapat dilihat dalam banyak aspek kehidupan. Di banyak negara, perempuan seringkali terpinggirkan dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan kepemimpinan. Dalam ranah politik, misalnya, meskipun perempuan memiliki hak pilih, mereka masih terhambat untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan. Ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju, di mana perempuan masih dihadapkan pada kesenjangan gender yang signifikan dalam bidang-bidang seperti upah, kesempatan karier, dan perlindungan hukum.  
Di sisi lain, laki-laki juga sering terjebak dalam peran gender yang merugikan mereka. Misalnya, ekspektasi bahwa laki-laki harus selalu kuat, tidak boleh menangis, dan harus menjadi pencari nafkah utama menghalangi mereka untuk menunjukkan kelemahan atau menjalani kehidupan yang lebih emosional. Hal ini sering kali menyebabkan tekanan mental dan emosional yang berdampak negatifpada kesehatan psikologis laki-laki. Dengan demikian, meskipun perempuan sering kali dianggap lebih rentan, peran gender tradisional juga menempatkan laki-laki dalam posisi yang tidak kurang merugikan.  Untuk mencapai kesetaraan gender, inklusi sosial menjadi prinsip yang sangat penting. Inklusi sosial adalah proses yang bertujuan untuk membuka akses yang sama bagi semua individu, tanpa diskriminasi berdasarkan gender, ras, agama, atau faktor lainnya. Inklusi sosial bukan hanya tentang memastikan setiap orang dapat mengakses sumber daya, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Dalam konteks gender, inklusi sosial berarti memastikan bahwa baik laki-laki maupun perempuan, serta kelompok-kelompok marginal lainnya, memiliki kesempatan yang setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan posisi kepemimpinan. 
 
Namun, inklusi sosial bukanlah hal yang mudah dicapai, terutama ketika struktur sosial dan budaya yang ada masih mempertahankan ketidaksetaraan. Di banyak tempat, budaya patriarki yang mendalam menghambat perempuan untuk mengakses kesempatan yang setara dengan laki-laki. Stereotip gender yang kuat juga menghalangi laki-laki untuk mengembangkan potensi emosional dan pribadi mereka. Oleh karena itu, untuk mewujudkan inklusi sosial, perlu ada perubahan mendasar dalam cara pandang masyarakat terhadap gender dan peran-perannya.  
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mencapai inklusi sosial adalah *Gender Equality, Disability, and Social Inclusion* (GEDSI). GEDSI adalah sebuah pendekatan yang memperhatikan kesetaraan gender, inklusi bagi penyandang disabilitas, dan partisipasi sosial bagi seluruh individu. Pendekatan ini menekankan pentingnya kebijakan afirmatif yang memberi kesempatan kepada kelompok-kelompok yang terpinggirkan untuk memperoleh akses dan kontrol yang setara terhadap sumber daya. Misalnya, dalam kebijakan pendidikan, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa anak perempuan, anak laki-laki, dan anak-anak dengan disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas.  

Selain itu, pendekatan GEDSI juga menekankan pentingnya partisipasi aktif dari seluruh kelompok masyarakat, termasuk perempuan, anak muda, dan penyandang disabilitas, dalam pengambilan keputusan. Kebijakan afirmatif yang mendukung keterlibatan perempuan dan kelompok marginal dalam posisi-posisi strategis adalah langkah penting untuk menciptakan keseimbangan dan representasi yang adil dalam berbagai bidang kehidupan.  Untuk mengurangi ketidaksetaraan gender, kebijakan pemerintah harus mengadopsi pendekatan yang inklusif dan berbasis kesetaraan. Misalnya, dalam dunia kerja, kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, seperti cuti melahirkan yang setara bagi laki-laki dan perempuan, dapat membantu mengatasi kesenjangan gender dalam hal partisipasi ekonomi. Selain itu, penghapusan diskriminasi gender di tempat kerja, termasuk penghapusan perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan yang melakukan pekerjaan yang sama, harus menjadi prioritas utama. 

Selain kebijakan pemerintah, masyarakat juga perlu terlibat dalam menciptakan perubahan. Pendidikan dan kesadaran sosial tentang pentingnya kesetaraan gender dan inklusi sosial sangat penting untuk membongkar stereotip dan norma-norma yang mendiskriminasi. Melalui pendidikan yang adil dan inklusif, kita dapat menumbuhkan generasi yang lebih sadar akan pentingnya keberagaman dan kesetaraan, serta siap untuk menghadapi tantangan ketidaksetaraan gender di masa depan.  
Generasi muda, terutama Generasi Z, memiliki potensi besar untuk mendorong perubahan yang lebih inklusif. Generasi ini tumbuh dalam era digital yang memudahkan mereka untuk mengakses informasi dan terlibat dalam perdebatan global tentang kesetaraan gender. Nilai kerelawanan yang tinggi di kalangan Gen Z juga memberi mereka kekuatan untuk memperjuangkan hak-hak kelompok rentan. Untuk itu, penting bagi mereka untuk diberi ruang yang cukup untuk berpartisipasi dalam berbagai forum, baik di tingkat komunitas maupun global.  Dengan melibatkan generasi muda dalam percakapan dan kebijakan yang berkaitan dengan kesetaraan gender dan inklusi sosial, kita tidak hanya mempercepat perubahan sosial, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai inklusif dapat diteruskan ke generasi berikutnya.  

Kesimpulan Memahami gender dalam konteks yang lebih luas dari sekadar perbedaan biologis adalah langkah pertama menuju kesetaraan yang sejati. Gender adalah konstruksi sosial yang memengaruhi bagaimana seseorang diperlakukan dalam masyarakat, baik dalam kehidupan pribadi, sosial, maupun profesional. Kerentanan yang timbul akibat ketidaksetaraan gender perlu diatasi dengan pendekatan inklusi sosial yang memberi kesempatan setara bagi setiap individu. Pendekatan GEDSI, yang mengutamakan kesetaraan gender, inklusi untuk penyandang disabilitas, dan partisipasi sosial, adalah jalan menuju masyarakat yang lebih adil dan setara. Melalui kebijakan afirmatif, pendidikan, dan pemberdayaan generasi muda, kita dapat menciptakan perubahan yang mengarah pada kesetaraan gender yang berkelanjutan.v

Type and hit Enter to search

Close